Globalisasi dan Kesejahteraan

Pascaperang dingin, dengan bubarnya Uni Soviet pada 1991, kapitalisme semakin menunjukkan diri sebagai pemenang. Peristiwa ini mendorong laju globalisasi lebih cepat. Negara-negara pun semakin terintegrasi dalam satu system perekenomian yang didominasi pasar bebas asar bebas begitu dominan, yang membuat peran Negara mengecil.

Interdependensi, interkoneksitas, dan integrasi Negara (masyarakat) semakin dominant dalam hubungan antarnegara. Bahkan kerap tercipta ketergantungan yang cenderung berjalan sangat timpang, di mana salah satu negara sangat bergantung pada negara lain.

Negara bangsa juga tak lagi menjadi aktor tunggal dalam ekonomipolitik internasional. Perannya telah digantikan oleh aktor-aktor baru yang bernaung di bawah bendera lembaga- lembaga internasional, perusahaan-perusahaan multinasional, ataupun negara-negara kawasan. Kekuatan aktor-aktor baru tersebut kadang melebihi kedaulatan negara bangsa dan mereka dapat memaksakan arah kebijakan politik, ekonomi, dan perdagangan suatu negara.

Negara-negara maju dengan paham kapitalisnya berpandangan bahwa globalisasi sebagai pendorong gelombang demokrasi di Dunia Ketiga mampu menghadirkan kesejahteraan dan memangkas kesenjangan. Benarkah demikian?

Kekuatan Kapitalisme
Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Selama ini demokrasi diyakini sebagai system pemerintahan terbaik dibandingkan sistem lainnya, seperti monarki, otokrasi, dan otoritarianisme. Tujuan akhir demokrasi hakikatnya ialah dapat menghadirkan kesejahteraan yang merata dan kemandirian suatu bangsa (otonom).

Menurut Linz dan Stepan, demokrasi memiliki sejumlah nilai-nilai, yakni (1) Kebebasan hukum atas dasar pertimbangan hak-hak dasar manusia, (2) Terdapat persaingan bebas serta minimnya tingkat kekerasan di antara para pemimpin (elite) untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, (3) Ketaatan terhadap hukum yang berlaku sebagai kesepakatan bersama.

Sedangkan globalisasi adalah liberalisasi pasar dan perdagangan bebas. Globalisasi diyakini dapat memberikan ruang bagi kegiatan ekonomi yang lebih luas dan kompetitif. Globalisasi da pat memberikan harapan tumbuhnya perekonomian suatu negara agar menjadi lebih baik, serta meningkatkan kesadaran hak-hak individu.

Paham ini tentu saja hanya cocok bagi negara-negara maju dengan keunggulan kompetitif, dengan model perekonomian yang mengandalkan industri yang berorientasi ekspor, dan substitusi impor. Dengan demikian privatisasi dan liberalisasi sebagai dampak dari globalisasi ditangkap sebagai peluang untuk mengembangkan potensi ekonominya dengan memangsa perekonomian negara lain yang tidak punya keunggulan kompetitif.

Dalam era demokrasi liberal ini, sesungguhnya kebijakan pemerintahan dikontrol kekuatan kapitalisme, bukan rakyat. Rakyat yang telah memberikan aspirasinya dalam pemilu laksana memberikan cek kosong kepada kaum elite politik, di mana orientasi kebijakan elite politik tidak didasari oleh kehendak rakyat, melainkan kepentingan kapitalisme.

Krisis Demokrasi
Ke depan, kita akan menghadapi krisis demokrasi di mana kehendak rakyat sebagai penentu arah perjalanan bangsa ke depan tereduksi oleh kekuatan kapitalis. Akhirnya demokrasi liberal dengan paham kapitalis hanya akan menghamburkan uang rakyat dan melahirkan kesenjangan sosial, dan menghadirkan ketergantungan yang tidak berimbang antara negara maju dengan negara ketiga, antara individu dengan individu.

Bila ini digunakan sebagai kriteria keberhasilan demokrasi, dapat dikatakan bahwa globalisasi justru menghadirkan krisis demokrasi. Globalisasi tidak mampu menghadirkan kesederajatan atau ketimpangan distribusi pendapatan, dan terjadi pembelokan kehendak rakyat. Kondisi inilah yang berlangsung di negara-negara Dunia Ketiga.

Jika benar globalisasi dapat menghadirkan kesejahteraan dan memangkas kesenjangan mengapa jutaan orang di dunia hidup dalam kemiskinan, khususnya di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Afrika, dan negara-negara di belahan dunia lainnya.

The United Nation Development Program (UNDP) melaporkan, sebanyak 20% orang-orang kaya dari seluruh penduduk dunia menikmati 86% sumber daya dunia, sedangkan sebanyak 80% kaum miskin dari seluruh penduduk dunia hanya mendapatkan 14% saja. Lebih dari 50% penduduk dunia atau 2,8 miliar manusia di planet bumi ini hidup kurang dari US$ 2, dan 1,3 miliar manusia di bumi hidup dengan uang kurang dari US$ 1. Sedangkan seperlima penduduk bumi menikmati 80% dari penduduk dunia (The Independent, 18 Maret 2002).

Wajar jika pemenang Nobel Ekonomi 2003, Joseph E Stiglitz, dalam Globalization and its Discontents (2002) mengkritik dengan mengatakan, “Untuk jutaan penduduk dunia, globalisasi tidak bermanfaat. Bahkan, sebagai akibat globalisasi jutaan orang hanya bisa menatap tanpa daya ketika sumber kehidupan mereka terancam dihancurkan dan masa depannya diobrak-abrik.”

Globalisasi yang mengusung kapitalisme sesungguhnya tidak sejalan dengan demokrasi. Globalisasi dan perdagangan bebas yang sedang terjadi dikhawatirkan justru akan mengancam demokrasi itu sendiri, dan melahirkan krisis demokrasi. Petros dan Veltmeyer, mengemukakan demokrasi merupakan produk dari gerakan rakyat dan perjuangan kelas, bukan dari globalisasi (Budi Winarno, 2007).

Demokrasi menuntut kesetaraan, karena itu peran negara sangat dibutuhkan. Sedangkan globalisasi mengusung mekanisme pasar sebagai pengatur. Peran negara menghilang. Faktanya, antara negara maupun antara individu tidak berada dalam kondisi yang setara. Akibatnya, yang kuat memangsa yang lemah, yang kaya semakin kaya, dan yang miskin terkapar dalam kemiskinannya.

Potensi Sumber Daya Mineral

sebelum perang dunia kedua. Pada awalnya minyak bumi merupakan komoditas yang paling menarik untuk dieksploitasi. Seorang geologist yang bernama J.J Dozy dalam ekspedisinya pada tahun 1936 Pegunungan Tengah dalam upaya pencarian minyak bumi, menemukan sebuah bukit berbentuk seperti gigi setinggi 131 yang kaya akan unsur tembaga. Kemudian ia mengambil sampel untuk di kirim ke Universitas Leiden di Belanda. J.J Dozy menamakan bukit tersebut Erstberg yang artinya Gunung Bijih. Pada tahun 1960 publikasi J.J Dozy tersebut dibaca oleh Fobes Wilson dari Freeport Sulphur Co dan menindaklanjutinya dengan meninjau bukit tersebut. la. Kemudian berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing, maka pada tanggal 7 April 1967 ditandatanganilah Perjanjian Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran Inc. Freeport mempunyai hak ekslusif untuk mengelola daerah konsensi 10 x 10 Km2 atau seluas 100 km2 di sekitar Ertsberg. Sejak saat itulah pertambangan modern dimulai di Provinsi Papua.
Pada bulan Desember 1967 dimulailah pemboran untuk melakukan studi kelayakan. Studi ini selesai 2 tahun kemudian atau pada tahun 1969. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan tahap kontruksi pada 1969 – 1972. Pada tahun 1972 dimulailah pengapalan konsentrat tembaga untuk pertama kalinya ke Hibi Jepang, sejak saat itu mulailah Provinsi Papua menjadi pengekspor konsentrat tembaga. Produksi Freeport pada saat itu baru mencapai 8.000 ton bijih/hari, kemudian meningkat menjadi 18.000 ton bijih/hari.

Selama tahun 1967 – 1988, Freeport menemukan sejumlah endapan tembaga dalam skala kecil seperti Gunung Bijih Timur, Intermediate Ore Zone (IOZ); Deep Ore zone (DOZ); DOM. Kemudian Pada tahun 1988 Freeport menemukan adanya cebakan endapan tembaga dan emas dengan kadar yang cukup ekonomis dengan cadangan lebih dari 400 MT yang merupakan endapan tunggal tembaga terbesar. Untuk mengembangkan potensi tersebut diperlukan investasi yang cukup besar, sehingga diperlukan adanya jaminan perpanjangan kontrak karya. Maka pada 30 Desember 1996 ditandatanganilah perpanjangan kontrak karya dengan pemerintah Indonesia dengan membaginya menjadi 2 blok, yaitu blok A yang merupakan daerah kontrak karya lama, dan blok B seluas 1,9 juta ha untuk Blok B.

Keberhasilah Freeport menemukan sejumlah cadangan endapan tembaga di daerah konsensinya dan adanya kesamaan sejarah geologinya dengan Papua New Guinea (terdapat 13 Perusahaan tambang yang sudah berproduksi); kemudian memicu perusahaan lain untuk menanamkan modalnya di Provinsi Papua. Oleh karena itu tidak heran jika mulai dari 1996 terjadi “booming” investasi pertambangan di Papua. Hingga akhir tahun 2000 paling tidak terdapat 22 perusahaan kontrak karya, 5 perusahaan Kuasa Pertambangan dan 3 perusahaan di bidang pengusahaan batubara melakukan eksplorasi di Provinsi Papua .

Dalam UU No. 11 tahun 1967, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, investasi asing di bidang pertambangan umum dilakukan melalui penerapan sistem Kontrak Karya (KK); yaitu perjanjian antara pemerintah dengan investor yang berbadan hukum Indonesia, dimana pemerintah bertindak sebagai pihak pemilik (principal) sedangkan perusahaan pertambangan bertindak sebagai kontraktor. Perjanjian kontrak karya secara khusus memberi hak tunggal kepada investor untuk melakukan penelitian sumberdaya mineral yang terkandung dalam wilayah kontrak karya, dan kemudian menambang, mengolah dan memasarkan endapan mineral yang ditemukan. Hak tunggal ini diberikan sebagai konsekuensi atas kesediaan menanggung resiko atas pelaksanaan kegiatan eksplorasi dimana resiko kegagalannya sangat tinggi, disamping pemenuhan pembayaran pajak dan kewajiban lainnya yang disebutkan dalam Kontrak Karya.

Dalam melaksanakan operasinya, pemegang Kontrak Karya mempunyai hak kendali dan manajemen tunggal atas semua kegiatannya, termasuk mempekerjakan sub kontraktor untuk melaksanakan tahap-tahap operasinya. Pemegang Kontrak Karya juga mempunyai kewajiban seperti menanam modal, membayar pajak dan pungutan-pungutan lain, kewajiban mengikuti standar pertambangan yang ditetapkan pemerintah, kewajiban melaksanakan peraturan lingkungan hidup, dan kewajiban melaksanakan standar keselamatan kerja dan kesehatan.

Jika diperhatikan maka di masa lalu, semua keputusan mengenai pengusahaan pertambangan selalu dilakukan di Jakarta atau oleh Pemerintah Pusat. Peranan Pemerintah Daerah pada saat itu hampir tidak ada. Hal ini menimbulkan adanya ketidak adilan di dalam pembagian hasil dari pengusahaan sumber daya mineral tersebut. Padahal apabila kita cermati, hampir semua akibat yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas tersebut dipikul seluruhnya oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat yang ada di sekitar lokasi penambangan. Hal ini sering menimbulkan konflik sosial dan ketidakstabilan keamanan di sekitar lokasi kegiatan tambang. Dengan adanya UU Otonomi daerah dan UU Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Papua untuk membuat kebijakan yang lebih adil, baik bagi masyarakat pemilik hak ulayat, pemerintah daerah maupun bagi perusahaan itu sendiri. Era konsep pertambangan barupun dimulai di Provinsi Papua. Pada saat ini tercatat 11 wilayah KP baru telah diberikan oleh Gubernur Provinsi Papua dengan total luas 355.000 Ha, umumnya untuk bahan galian emas dan batubara. Iuran penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, penjualan dibayar kepada Pemerintah Daerah (berbeda dengan sebelumnya dibayarkan pada Pemerintah Pusat); seterusnya pembagian perimbangan keuangan akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Status Pertambangan Umum Di Provinsi Papua Era Otonomi Khusus

Sampai dengan akhir tahun 1999 di Provinsi Papua tercatat sebanyak 24 Wilayah Kontrak Karya (KK) dan 3 Wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) serta 4 Wilayah Kuasa Pertambangan (KP). Berhubung krisis multi dimensi yang terjadi secara nasional, tampaknya mempengaruhi pertumbuhan iklim investasi pertambangan umum di Provinsi Papua. Kondisi bahkan menyebabkan investasi pertambangan umum hingga tahun 2000 terhenti. Pada tahun 2001 sebanyak 17 wilayah KK dan KP masih tersisa dalam tahap penyelidikan umum/ eksplorasi dengan status suspensi (penundaan kegiatan sementara) dan 1 perusahaan eksploitasi ( PT. Freeport Indonesia ).

Sejak tahun 2002 investasi di bidang pertambangan umum mulai giat kembali dengan tidak memberlakukan izin pertambangan dalam bentuk wilayah KK seperti sebelumnya. Perizinan yang diberlakukan adalah KP yang nampaknya lebih menarik. Dalam bentuk KK dan PKP2B selalu lebih mudah menimbulkan ketidak puasan di kalangan masyarakat. Hal itu disebabkan karena seluruh tahap kegiatan pertambangan mulai dari tahap penyelidikan umum, eksplorasi sampai tahap penambangan, pengolahan dan penjualan yang memerlukan waktu puluhan tahun telah ditetapkan/disepakati sebelum kegiatan dimulai. Pengusahaan dalam bentuk KP lebih sesuai, karena pengusahaannya ditetapkan/ ditentukan per tahap kegiatan. Dengan demikian akan lebih mengikuti perkembangan keinginan masyarakat sekitar pertambangan.

Pembinaan pertambangan dilakukan kepada pengusaha pertambangan terutama pertambangan rakyat, maupun perorangan guna memperoleh data produksi, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja para penambang. Kegiatan pembinaan dimaksudkan pula untuk pemberdayaan ekonomi rakyat di bidang pertambangan umum. Dari itu telah dilakukan pembinaan yang meliputi aspek penyuluhan dan pengawasan kepada masyarakat penambang yang memiliki izin ataupun tanpa izin.

Kepada masyarakat / perorangan pemilik hak ulayat bahan galian golongan C maupun bahan galian emas diberikan bantuan peralatan teknik pertambangan yang dapat dikelola oleh kelompok masyarakat ataupun perorangan pemilik bahan galian. Tercatat dalam era Otsus telah diberikan bantuan peralatan teknik berupa palong (sluice box) yaitu berupa alat pencuci / pemisah butiran emas dan peralatan dulang, mesin pencetak batu tela, mesin pemecah batu (stone crusher) ukuran sedang dan dapat dipindah-pindahkan untuk dikelola oleh kelompok masyarakat atau perorangan pemilik hak wulayat bahan galian industri.

Persyaratan perizinan pertambangan bahan galian golongan C seperti penyusunan dokumen UKL/UPL dan pengukuran wilayah pertambangan yang tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat/perorangan karena memerlukan keakhlian dan dana yang cukup besar, telah pula diberikan bantuan teknis untuk penyusunan dokumen UKL/UPL dan peta wilayah pertambangan. Dengan demikian kesempatan berusaha di bidang pertambangan umum pada era Otsus lebih terbuka bagi masyarakat /perorangan.

Pengawasan produksi pertambangan untuk kepentingan konservasi bahan galian dilakukan terutama pada produksi penambangan dan produksi konsentrat tembaga dan emas yang dikapalkan dari tambang PT. Freeport Indonesia di kabupaten Mimika, dengan maksud memaksimalkan produksi bijih dan produksi konsentrat yang dikapalkan. Produksi bahan galian C bervariasi dari pengusahaan berizin dan tak berizin. Untuk meminimalkan kerusakan lingkungan akibat penambangan bahan galian C dianjurkan kepada pemakai untuk tidak membeli/memakai dari penambangan tidak berizin.

Pertambangan emas tanpa izin oleh masyarakat/perorangan setempat untuk menopang kehidupan hari-hari dapat diterima tetapi bagaimana dengan retribusi/pajak bagi pemerintah yang merupakan bagiannya sebagai penjamin kehidupan keseluruhan?

Guna mendorong pertumbuhan investasi di bidang pertambangan umum diberikan pelayanan izin yang mudah, cepat, biaya iuran yang relative kecil, menyebar luaskan informasi potensi sumberdaya mineral di Papua. Pelayanan perizinan pertambangan umum yang dilakukan mengacu kepada Keputusan Gubernur Provinsi Papua No. 104 Tahun 2002 tanggal 6 Agustus 2002 Tentang Tata Cara Pemberian Kuasa Pertambangan Umum di Provinsi Papua sampai ada ketentuan lain. Sampai dengan awal Nopember 2004

Penduduk Kota Bekasi 2,3 juta jiwa

BEKASI (Pos Kota) - Sensus penduduk 2010 di Kota Bekasi mencatat 2,3 juta penduduk Kota Bekasi dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 3,4 persen. Kecamatan Bekasi Utara menempati urutan pertama dalam jumlah penduduk terbanyak.

Sensus diperpanjang 15 hari dari batas waktu awal dan berakhir pada 15/6. Dari data ini akan diketahui beberapa klasifikasi kependudukan, seperti jenis kelamin maupun data lain. "Darijumlah ini, tercatat 11 warga berusia di atas 100 tahun," kata Slamet Waluyo, Kepala Badan Pusat Statistik Kota Bekasi, Rabu (16/6). Rekapitulasi data jumlah penduduk Kota Bekasi saat ini sebanyak 2.327.705 jiwa dengan jumlah laki-laki lebih banyak yakni 1.177.567 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk dari 12 kecamatan tertinggi di Kecamatan Bekasi Utara (304.005), Bekasi Barat (269.655), Bekasi Timur (246.669), Pondokgede (246.615), Rawalumbu (208.121), Bekasi Selatan (203.558), Jatiasih (198.670), Medansatria (161.362), Mustikajaua (160.206), Pondok-melati (129.747), Jatisampur-na (103.308) dan penduduk terendah tercatat di Kecamatan Bantargebang (95.759).

4496 PETUGAS BPS Kota Bekasi dalam melakukan SP mengerahkan 4496 petugas lapangan dan koordinator tim. Beberapa kendala yang ditemui dalam melakukan sensus cenderung dialami saat pendataan diperumahan elit. Petugas harus 3 sampai 4 kali datang. Sedangkan ringkat pengangguran di Kota Bekasi belum bisa diprediksi melalui sensus ini. Hanya saja, berdasar angka tahun sebelumnya mungkin akan Iebih tinggi. Tahun 2008 dari jumlah usia kerja 1,6 juta jiwa, terdapat pengangguran terbuka mencapai 137 nbu atau 13,28 persen.Tahun 2009, dari jumlah usia kerja 1,7 jiwa, terdapat pengangguran terbuka mencapai 147 ribu jiwa atau 13,93 persen, (chotim/si/g)

Sumber Daya Alam Mineral logam

1) Mineral Logam
a) Nikel
Nikel biasanya terbentuk bersama-sama dengan kromit
dan platina dalam batuan ultrabasa seperti peridotit, baik
termetamorfkan, ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan
nikel yang bersifat komersil, yaitu sebagai hasil konsentrasi
residual silika dan pada proses pelapukan batuan beku
ultrabasa serta sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang
biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit.
Pemanfaatan nikel digunakan untuk campuran besi menjadi
baja, pelapis logam serta campuran kuningan atau perunggu.
Terdapat di Sulawesi selatan wilayah Pomala, Danau
Tawoti, Maluku Utara, dan Pegunungan Cylops (Papua).
b) Bijih besi
Bijih besi berasal dari bijih silikat pada batuan ultrabasa
yang telah mengalami penghancuran. Besi berwujud dalam
perbagai jenis oksida besi, seperti magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan hemati. Titaniferous magnetit
adalah bagian yang cukup penting merupakan perubahan
dari magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama
berasal dari batuan basaltik dan andesitik volkanik. Besi
banyak dimanfaatkan untuk campuan semen dan pada
industri logam. Tersebar di Cilacap (Jawa Tengah), Kotawaringin
(Kalimantan Tengah), Cilegon (Jawa Barat), dan Pulau Obi
(Maluku).
c) Timah
Timah merupakan bahan endapan pada batuan granit,
banyak terdapat di dasar-dasar sungai purba. Terbentuknya
timah sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada
daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya
berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta
sebagai endapan sekunder, yang di dalamnya terdiri atas
endapan alluvium, aluvial, dan koluvium.
Mineral yang terkandung di dalam bijih timah pada
umumnya mineral utama yaitu kasiterit, sedangkan pirit,
kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismut, arsenik, stibnite,
kalkopirit, kuprit, xenotim, dan monasit merupakan mineral
ikutan.
Pemanfaatan timah di antaranya digunakan untuk
peluru, pelapis kaleng, pembungkus rokok, campuran
kuningan dan perunggu. Bijih timah tersebar di Pulau
Bangka Belitung, Pulau Singkep, dan Pulau Karimun.
d) Emas, Tembaga, dan Perak Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah
ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5–3 (skala Mohs),
serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan
logam lain yang berpadu dengannya.
Emas keberadaannya berasosiasi dengan tembaga dan
perak dalam batuan andesit tua. Banyak terdapat di sekitar
gunung api yang telah mati.
Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah
di Indonesia, seperti di Pulau Sumatra, Kepulauan Riau,
Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, dan Papua.
e) Tembaga(Cu)
Unsur tembaga terdapat pada hampir 250 mineral,
namun hanya sedikit saja yang komersial. Pada endapan
sulfide primer mineral terbesar adalah endapan kalkopirit
(CuFeS2), diikuti oleh kalkosit (Cu2S), bornit (Cu5FeS4), kovelit
(CuS), dan enargit (Cu3AsS4). Mineral tembaga utama dalam
bentuk deposit oksida adalah krisokola (CuSiO32HO), malasit
(Cu2(OH)2CO3), dan azurit (Cu3(OH)2(CO)3).
Deposit tembaga dapat diklasifikasikan dalam lima tipe,
yaitu deposit porfiri, urat, dan replacement, deposit
stratabound dalam batuan sedimen, deposit masif pada
batuan vulkanik, deposit tembaga nikel dalam intrusi/mafik,
serta deposit native. Umumnya bijih tembaga di Indonesia
terbentuk secara magmatik. Pembentukan endapan magmatik
dapat berupa proses hidrotermal atau metasomatisme.
Logam tembaga banyak digunakan dalam industri
peralatan listrik. Kawat tembaga dan paduan tembaga
digunakan dalam pembuatan motor listrik, generator, kabel
transmisi, instalasi listrik rumah dan industri, kendaraan
bermotor, konduktor listrik, kabel dan tabung coaxial, tabung
microwave, sakelar, reaktifier transsistor, bidang telekomunikasi,
dan bidang-bidang yang membutuhkan sifat konduktivitas
listrik dan panas yang tinggi.
Potensi tembaga terbesar yang dimiliki Indonesia
terdapat di Papua, kemudian di Jawa Barat, Sulawesi Utara,
dan Sulawesi Selatan.
f) Bauksit
Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang
mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida
aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan
mineral gibsit (Al2O33H2O). Secara umum bauksit
mengandung Al2O3 sebanyak 45–65%, SiO2 1–12%, Fe2O3
2–25%, TiO2 >3%, dan H2O 14–36%.
Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika
dengan memungkinkan pelapukan sangat kuat. Bauksit
terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al
nisbi tinggi, kadar Fe rendah, dan kadar kuarsa (SiO2)
bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama
sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang
berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan
serpih). Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses
lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan
mengeras menjadi bauksit.
Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar tetapi
kedudukannya di kedalaman tertentu.Pemanfaatannya
untuk pembuatan alat dapur, kendaraan, pesawat terbang.
Tersebar di Pulau Bintan, Pulau Galang Besar, dan Singkawang
(Kalimantan Barat).

DAFTAR PUSTAKA:
http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2058664-sumber-daya-alam-mineral-logam/

Ekologi dan Kaitannya dengan SDA

Ekologi dan Kaitannya dengan SDA

A. Ruang Lingkup Ekologi

Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas.

Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.

Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.

B. Asas Pengelolaan Lingkungan

Salah satu permasalahan kebijaksanaan yang belum dikedepankan oleh pemerintah selama ini adalah bahwa dalam penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah tidak memiliki dan menerapkan asas-asas umum kebijakan lingkungan ( General Principles of Environmental Policy ) yang secara umum telah dipergunakan di negara-negara yang memiliki komitmen tinggi dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Beberapa asas umum kebijaksanaan pengelolaan lingkungan tersebut antara lain adalah (1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source),(2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik, (3) prinsip pencemar membayar ( polluter pays principle ), (4) prinsip cegat tangkal ( stand still principle ) dan (5) prinsip perbedaan regional.

Artinya, kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan permasalahan lingkungan saat ini masih dipandang secara parsial dan tidak didasari hasil kajian yang komprehensif. Dua masalah penting yang mengakibatkan bencana lingkungan terbesar adalah masalah dinamika dan tekanan kependudukan, yang berimplikasi pada semakin beratnya tekanan atau beban lingkungan. Kondisi ini diperparah dengan kebijaksanaan pembangunan yang bias kota yang kemudian mengakibatkan terjadinya perusakan tata ruang, pencemaran lingkungan akibat industri, penyempitan lahan pertanian serta koversi hutan yang tak terkendali.

Tekanan atau beban lingkungan yang cukup besar tersebut sangat berkaitan dengan perencanaan tata ruang yang konsisten berbasis pada daya dukung lingkungan, pertumbuhan industri yang tidak ramah lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran, kekumuhan lingkungan yang diakibatkan oleh pemusatan jumlah penduduk melebihi daya dukung lingkungan, dan tekanan terhadap hutan dari aktivitas illegal logging dan konversi lahan dan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan industri.

C. Permasalahan Keterbatasan SDA dalam Pembangunan

Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.

D. Peran Teknologi dalam Pengelolaan SDA

Kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah jika dibandingkan dengan beberapa negara maju yang ada saat ini, seperti Jepang, Singapura dan lain-lain, dapat dibayangkan apabila kemampuan meguasai teknologinya lebih maju maka tentunya akan mampu menjadi salah satu negara yang makmur dengan masyarakat yang sejahtera sebagai negara maju. Tanpa peran inovasi serta IPTEK, maka niscaya nilai tambah yang tinggi tidak akan diperoleh dan daya saing produk pun menjadi lemah. Dimana persaingan saat ini sangat terkait dengan pola produksi yang mengikuti proses modernisasi yang mengedepankan aspek inovatif, efektif dan efisien serta kompetitive.
Keadaan empirik tersebut, menjadikan IPTEK sebagai harapan dan orientasi pengembangan Investasi di Indonesia ke masa depan, hal ini dilihat dengan potensi sumber kekayaan alam Indonesia yang masih sangat besar, dan masih akan sangat menjanjikan untuk jangka waktu panjang. Penciptaan dan penerapan teknologi yang sesuai dalam mengupayakan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam Indonesia akan dapat jauh lebih optimal. Sehingga ’dongeng’ tentang kekayaan alam yang dikandung bumi Indonesia benar-benar akan nampak, sehingga dapat dinikmati dan digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pembangunan Iptek ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia; untuk penyediaan dan pengolahan sumber daya alam dan energi; untuk pengembangan industri serta pelestarian lingkungan; dan untuk pertahanan dan keamanan. Dengan pengertian bahwa penciptaan, pemanfaatan untuk upaya pengelolaan berbagai potensi sumber daya alam bagi manusia adalah dimaksudkan untuk terjadinya kondisi harmonis yang dapat selaras dengan lingkungan yang pada akhirnya sebagai potensi pengembangan bangsa akan menjadi sumber potensi untuk mendukung kekuatan nasional.

Kehadiran teknologi knowledge-based expert system yang fokus pada pemrosesan pengetahuan (knowledge processing), merupakan suatu paradigma baru di dalam memberi solusi pengelolaan sumberdaya alam.Mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi di dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di negara kita.

Maka tidak ada pilihan lain kita harus segera menguasai dan mengembangkan teknologi yang mampu memberikan solusi nyata. Teknologi berbasis pengetahuan (knowledge-based expert system) dengan berbagai kehandalannya merupakan suatu terobosan baru yang mampu memberi nilai tambah di dalam pengelolaan sumber daya alam secara lebih baik.
Dampak dari kemajuan teknologi komputer yang mampu menggantikan tugas manusia di era intelijensi ini tidak akan mengurangi lapangan pekerjaan, bahkan sebaliknya akan membuka lapangan kerja baru yang lebih efisien. Bermimpi tentang kehebatan teknologi expert system sudah waktunya dihentikan, sekarang mimpi itu harus segera diwujudkan dengan melakukan kajian-kajian di dalam pengembangan teknologi ini sebagai suatu paradigma baru di dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Universitas Indonesia.2000.Ekologi Adalah Ilmu Pengetahuan. http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0026%20Bio%201-6a.htm.
  2. ICEL.2006.Hari Lingkungan ditengah Bencana Lingkungan yang Berkelanjutan.http://www.icel.or.id/hari_lingkungan_ditengah_bencana_lingkungan_yang_berkelanjutan.icel.
  3. Universitas Gadjah Mada.2008.Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah.http://geo.ugm.ac.id/archives/125.
  4. Universitas Negeri Gorontalo.2010.Eksistensi IPTEK bagi Mahasiswa dalam Pengelolaan SDM.http://nhur.student.ung.ac.id/ilmu-alamiah-dasar.

ekonomi dan biaya

PENDAHULUAN

Dalam makalah ini menjelaskan bahwa konsep biaya merupakan konsep yang terpenting dalam manajemen dan biaya. Adapun tujuan memperoleh inormasi biaya digunakan untuk proses perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan.

Biaya juga dapat didefinisikan sebagai kas atau nilai ekivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan saat ini atau di masa yang akan dating bagi organisasi. Hal itu di kemukakan oleh Hansen dan Mowen (2004).

Dibagian awal ini di sajikan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, dan rumusan masalah.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

· Ekonomi adalah teori pokok bisnis.

· Keputusan bisnis berdasar pada prinsip ekonomi dalam menentukan sukses atau kegagalan dalam merancang. rancang-bangun

· Teknologi yang terbaik tidak mungkin yang paling menguntungkan

Prinsip-prinsip ekonomi apa yang perlu diketahui?

1. Sumber daya langka mempunyai penggunaan alternatif, dan biaya kesempatan.

2. Keputusan terbaik adalah di mana manfaat melebihi biaya kesempatan, sunk cost adalah tidak relevan, dan biaya-biaya tetap adalah tidak relevan dalam jangka pendek.

3. Semakin banyak melakukan sesuatu, manfaat marginal yang lebih rendah dan biaya marginal yang

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis biaya

2. Mahasiswa mengetahui lingkup ekonomi umum

3. Mahasiswa mengetahui hubungan harga dan permintaan

4. Mahasiswa mengetahui fungsi pendapatan total

5. Mahasiswa mengetahui hubungan titik impas

1.3 Perumusan Masalah

Wait, there’s more...

· Permintaan (dan penwaran) adalah fundamental.

· Struktur pasar, kompetisi dan informasi semua hal, dan semua berubah mengikuti waktu.

· Ada tradeoffs antara resiko, pengembalian, dan insentif

Apa yang perlu dilakukan :

· Memasukkan suatu alat ketepatan baru yang mampu meningkatkan mutu produk?

· Membuat ketentuan, yang menguntungkan investasi?

· Kembangkan suatu produksi baru?

Meliputi semua biaya marginal dan manfaat marginal

· Biaya-biaya meliputi nilai dari aktivitas yang tidak diambil, tetapi bukan biaya-biaya telah terjadi

· Biaya- biaya keuangan meliputi bunga, penyusutan, dan premi resiko.

· Jangan melupakan nilai waktu uang!

· Meliputi biaya-biaya yang tidak berhubungan dengan uang dan manfaat, jika mungkin dan relevan.

BAB II

ISI MALAKAH

2.1 PEMBAHASAN

A. TERMINOLOGI BIAYA

1. Life Cycle Cost

Life-cycle costs suatu produk / jasa yang merupakan penjumlahan semua pengeluaran mulai awal hingga akhir suatu aktivitas, dapat mencakup:

· engineering design & development costs;

· fabrication & testing costs;

· operating & maintenance costs;

· disposal costs.

Atau penjumlahan semua biaya yang terkait dengan:

· acquisition,

· operation,

· maintenance,

· disposal.

Dalam analisis ekonomi teknik, life-cycle costs dapat didefinisikan hanya mencakup:

· first cost (initial invesment);

· operating & maintenance costs;

· disposal costs.

First cost dapat mencakup:

· the basic machine cost

· costs for training personnel

· shipping & installation costs

· initial tooling costs

· supporting equipment costs

Operating & maintenance costs: semua biaya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan dan merawat selama periode kegunaan, yang biasanya mencakup:

· labor (direct and/or indirect)

· burden or overhead items (fuel, electric power, insurance premiums, inventory charges)

· indirect materials (lubricants)

Disposal costs dapat mencakup labor costs untuk menghilangkan item yang bersangkutan, shipping costs, special costs (kasus hazardous materials).

Sebagian besar item masih memiliki nilai uang di akhir periode (masa) gunanya yang disebut “market value” atau “trade-in value”

Selisih antara “market value” dengan “cost of disposal” biasa disebut “salvage value”.

2. Past & Sunk Cost

Past costs : ongkos masa lalu (hystory) yang telah terjadi.

Sunk costs : ongkos-ongkos di masa lalu yang tidak dapat

dikembalikan lagi (unrecoverable).

Contoh:

Seorang investor membeli 100 saham yang masing-masing berharga $25 plus biaya ke broker sebesar $85. Setelah 2 bulan, saham-saham tersebut dijual dengan harga per saham $35 & dikurangi biaya penjualan sebesar $105. Dalam hal ini, si investor akan menikmati keuntungan sebesar (3500-105-2500-85) = $810. Pada saat si investor menjual saham-sahamnya tersebut, maka $2500 & $85 adalah “past costs”.

3. Future & Opportunity Cost

Jika titik acuan saat ini adalah t = 0, maka semua ongkos yang terjadi di masa mendatang disebut “future costs” & harus diestimasi karena jarang sekali dapat diketahui dengan pasti.

Ongkos dari menghilangkan atau kehilangan untuk menikmati (mendapatkan) bunga (interest) atau pengembalian (return) pada suatu investasi disebut “opportunity cost”.

4. Direct, Indirect, & Burden Cost

Indirect costs (untuk labor & materials) sulit untuk dibebankan secara langsung kepada suatu operasi, produk, atau proyek.

Burden (overhead) costs terdiri dari semua ongkos selain ongkos bahan langsung (direct material) & selain ongkos buruh langsung (direct

labor).

Beberapa ongkos yang dapat dikategorikan ke dalam burden (overhead):

• indirect materials

• indirect labor

• taxes

• insurance premiums

• rent

• maintenance & repairs

• depreciation

• supervisory & administrative personnel

• utilities (water, electric power, gas)

5. Fixed & Variable Cost

Fixed costs : ongkos tetap, tidak bervariasi secara proporsional dengan jumlah output.

Contoh fixed costs:

• general administrative salaries

• taxes & insurance

• rent

• building depreciation

• Utilities

Variable costs bervariasi secara proporsional, sesuai dengan jumlah output, biasanya berlaku untuk bahan langsung & buruh langsung.

Banyak item ongkos yang mempunyai komponen “fixed” & “variable”. Misalnya bagian perawatan yang mempunyai jumlah gaji yang tetap untuk karyawannya, tetapi biaya perawatan mesinnya bervariasi sesuai dengan jumlah output (produk) yang dihasilkan.

B. PERMINTAAN, PENAWARAN, DAN HARGA

1. Pengertian

Permintaan : jumlah barang dan jasa yang diminta oleh konsumen pada tingkat tertentu, pada suatu saat tertentu pada suatu pasar tertentu pula.
Penawaran : jumlah barang dan jasa yang ditawarkan pada suatu tingkat harga tertentu, pada saat tertentu, dan disuatu pasar tertentu pula.
Penawaran produsen timbul akibat adnya motif produksi. (motif produksi: usaha untuk mendapatkan keuntungan sebesa-besanya dan meminimumkan kerugian).

Harga keseimbangan disebut juga sebagai harga pasar, yaitu suatu keseimbangan antara jumlah barang yang diminta dengan jumlah bang yang ditawarkan pada suatu harga tertentu. Harga keseimbangan ditentukaan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.

2. Hukum Permintaan dan Hukum Penawaran

Jika semua asumsi diabaikan (ceteris paribus) : Jika harga semakin murah maka permintaan atau pembeli akan semakin banyak dan sebaliknya. Jika harga semakin rendah/murah maka penawaran akan semakin sedikit dan sebaliknya.

Semua terjadi karena semua ingin mencari kepuasan (keuntungan) sebesar-besarnya dari harga yang ada. Apabila harga terlalu tinggi maka pembeli mungkin akan membeli sedikit karena uang yang dimiliki terbatas, namun bagi penjual dengan tingginya harga ia akan mencoba memperbanyak barang yang dijual atau diproduksi agar keuntungan yang didapat semakin besar. Harga yang tinggi juga bisa menyebabkan konsumen/pembeli akan mencari produk lain sebagai pengganti barang yang harganya mahal.

C. Hubungannya dengan Perencanaan, Pengendalian, dan Pembuatan Keputusan, biaya ini dikelompokkan ke dalam golongan, yaitu:
a. Biaya standar dan biaya dianggarkan.
1) Biaya standar, merupakan biaya yang ditentukan di muk (predetermine cost) yang merupakan jumlah biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produk.
2) Biaya yang dianggarkan, merupakan perkiraan total pada tingkat produksi yang direncanakan.
b. Biaya terkendali dan biaya tidak terkendali
1) Biaya terkendali (controllable cost), merupakan biaya yang dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer tertentu.
2) Biaya tidak terkendali (uncontrollable cost), merupakan biaya yang tidak secara langsung dikelola oleh otoritas manajer tertentu.
c. Biaya tetap commited dan discretionary
1) Biaya tetap commited, merupakan biaya tetap yang timbul dan jumlah maupun pengeluarannya dipengaruhi oleh pihak ketiga dan tidak bisa dikendalikan oleh manajemen.
2) Biaya tetap discretionary, merupakan biaya tetap yang jumlahnya dipengaruhi oleh keputusan manajemen.
d. Biaya variabel teknis dan biaya kebijakan
1) Biaya variabel teknis (engineered variabel cost), adalah biaya variabel yang sudah diprogramkan atau distandarkan seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
2) Biaya variabel kebijakan (discretionary variabel cost), adalah biaya variabel yang tingkat variabilitasnya dipengaruhi kebijakan manajemen.
e. Biaya relevan dan biaya tidak relevan
1) Biaya relevan (relevan cost), dalam pembuatan keputusan merupakan biaya yang secara langsung dipengaruhi oleh pemilihan alternatif tindakan oleh manajemen.
2) Biaya tidak relevan (irrelevant costs), merupakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh keputusan manajemen.
f. Biaya terhindarkan dan biaya tidak terhindarkan
1) Biaya terhindarkan (avoidable costs), adalah biaya yang dapat dihindari dengan diambilnya suatu alternative keputusan.
2) Biaya tidak terhindarkan (unavoidable costs), adalah biaya yang tidak dapat dihindari pengeluarannya.
g. Biaya diferensial dan biaya marjinal
1) Biaya deferensial (differensial cost), adalah tambahan total biaya akibat adanya tambahan penjualan sejumlah unit tertentu.
2) Biaya marjinal (marjinal costs), adalah biaya dimana produksi harus sama dengan penghasilan marjinal jika ingin memaksimalkan laba.
h. Biaya kesempatan (opportunity costs), merupakan pendapatan atau penghematan biaya yang dikorbankan sebagai akibat dipilihnya alternatif tertentu.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Jadi banyak berbagai permasalahan yang dihadapi dalam perekonomian di masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan biaya peluang. Kemudian dari pada itu kita dapat mengetahui bagai mana memenuhi kebutuhan yang tebatas dan mengetahui cara memililh berbagai altetnatif.

3.2 Saran

Dengan banyaknya permasalahan, untuk itu kita harus bisa bersikap rasional dalam memenuhi kebutuhan hidup yang terbatas. Dengan demikian masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya.

BAB IV

PENUTUP

Demikianlah Makalah yang kami buat berdasarkan beberapa sumber yang kami temukan, dan kami telah menyederhanaka dalam setiap kalimatnya. Oleh karena itu, kami mengharapkan dari setiap tulisan kami menjadi lebih mudah dipahami. Dan dalam pembahsan masalah ekonomi dan biaya ini, tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan, itu disebabkan karena keterbatasan dari kemampuan kami. Kami juga mengharapkan agar makalah ini bisa menjadi lebih baik dan dapat dikembangkan lagi bagi setiap pembacanya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Internet

· www.google.com

· www.scribd.com

2. Buku-buku referensi pembahasan Ekonomi dan Biaya